Jumat, 22 Februari 2008

KOMUNIKASI EFEKTIF


oleh
Demitria Dewi Hendaryati

Oleh-oleh Mengikuti Pelatihan Manajemen Komunikasi dan Kerjasama.

Bu Dewi, bolehkah saya pinjam camera dua hari saja? Oh boleh pak, kapan Bapak memerlukan ?, jawabku singkat (dalam hati saya berkata cameraku ada 3, yang satu milik keluarga, kami sudah berjanji tidak akan meminjamkan ke orang lain, satu lagi camera yang selalu ada di tas ke mana saya pergi, nah ada satu lagi camera lama, tetapi masih bisa dipakai.…” yang ini sajalah yang kupinjamkan…….”) Itulah komunikasi saya dengan Bapak Zahir..ketika kami bertemu pada acara pelatihan manajemen komunikasi dan kerjasama beberapa tahun yang lalu, dan itu merupakan sepenggal kalimat dalam session pelatihan…..

Pak Zahir memerlukan camera dan berusaha menyampaikan kepada saya, akan meminjam. Apakah beliau mengetahui dengan persis bagaimana reaksi saya ketika itu? Apakah saya ikhlas meminjamkan camera? Apakah saya ada ganjalan hati untuk meminjamkan camera? Dan masih banyak pertanyaan yang muncul. Itu semua belum atau tidak sepenuhnya diketahui oleh beliau…sepengetahuan pak Zahir, saya akan meminjamkan camera…

Contoh komunikasi sederhana di atas sangat bagus untuk dapat menjadi renungan kita. Hanya ada dua kalimat di atas yaitu : 1). Bu Dewi, bolehkah saya pinjam camera dua hari saja? 2). Oh boleh pak, kapan Bapak memerlukan?... Tetapi di balik itu semua terkandung rentetan makna yang mendalam.

Komunikasi tersebut sangat efektif. Mengapa? Karena pesan yang disampaikan oleh pak Zahir sudah diterima dengan baik oleh saya, dan jawaban saya pun sudah diterima dengan baik oleh pak Zahir, sangat efektif….tindak lanjut dari komunikasi tersebut, terjadilah transaksi camera dari saya kepada beliau.

Definisi komunikasi (Raymond S. Ross) adalah proses transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan bersama lambang secara kognitif sedemikian rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber. Sedangkan Stoner dan Wankel (diambil dari modul pelatihan) menyatakan komunikasi adalah suatu proses yang mana orang berupaya untuk memperoleh pengertian yang sama melalui pesan-pesan simbolik. Dari definisi tersebut terdapat 3 komponen dalam komunikasi yaitu : (1)melibatkan orang, (2)diharapkan mencapai pengertian yang sama dari pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dan (3)terdapat pesan-pesan yang disampaikan sercara simbolik. Simbol itu dapat berupa isyarat, gerak, bunyi, huruf, angka, kata yang dapat mewakili ide, gagasan atau pikiran yang hendak dikomunikasikan. Jadi di dalam komunikasi jelas ada 3 unsur yaitu ada pengirim , ada pesan dan ada penerima.

Syarat utama agar komunikasi itu efektif adalah kredibilitas. Keterampilan komunikasi antar perorangan adalah kemampuan untuk terus menerus membangun kredibilitas dan dapat dipercayanya segala apa yang kita komunikasikan. Untuk membangun kredibilitas harus ada isi pesan yang jelas, suara/intonasi dalam menyampaikan pesan dan wahana bagaimana orang itu menyampaikan pesan. Jadi semakin seseorang tidak konsekuen dengan ketiga hal tersebut, maka akan menentukan kredibilitas sesorang, semakin tidak konsekuen akan menjadi semakin “tidak dipercaya”.

Muncul pertanyaan, apakah komunikasi efektif itu positif?
Pesan yang disampaikan oleh seseorang apabila dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan, maka itu dapat dikatakan komunikasi itu efektif (seperti contoh di atas komunikasi antara bu Dewi dengan pak Zahir), si penerima pesan sudah mengerti maksud isi pesan yang diterima. Contoh lain dalam komunikasi sehari-hari : pernahkan anda menjumpai situasi seperti ini? Misalkan seorang teman anda ingin meminjam mobil baru anda? Atau seseorang mengeritik anda dengan sinis di depan umum? Atau atasan anda memberi tugas yang menurut anda kurang adil? Contoh tersebut menggambarkan aneka situasi yang penuh ketegangan dan sering memancing emosi kita, apabila itu menimpa anda, bagaimana anda menyikapinya?

Inilah yang penting untuk kita renungkan dan kita pelajari, bagaimana kita menyikapinya? Ada hal-hal yang perlu kita perhatikan : apakah anda akan menolak keinginan teman anda? Apakah anda akan bersikap tegas, marah atau halus? Dan apa dampak jawaban anda terhadap teman anda? Apapun jawaban anda harus dapat diterima dengan baik oleh orang lain, inilah yang harus kita kembangkan sikap asertif atau keasertifan

Kembali pada pertanyaan diatas apakah komunikasi efektif itu positif? Itu tergantung pada sikap masing-masing baik dari pemberi pesan maupun penerima pesan. Dikatakan positif bila tidak ada pihak manapun yang merasa dirugikan atau ada ganjalan karena adanya komunikasi yang kurang baik. Bu Dewi meminjamkan camera kepada pak zahir…tetapi dengan perasan was-was, kuatir camera tersebut rusak atau bahkan kuatir tidak dikembalikan, jelas di sini bu Dewi merasa “dirugikan”. Sikap asertif ini memang harus dipahami, dipelajari dan selalu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus bisa menyikapi situasi yang tidak menyenangkan yang terjadi di sekitar kita, dan kita harus bertindak dengan bijak dengan menggunakan kata-kata yang bijak, agar pihak yang terkait tidak ada yang dirugikan ataupun terluka hatinya. Sampaikan dengan bijak, halus namun tegas : “TIDAK” apabila anda ingin mengatakan tidak dan katakan “YA” apabila memang anda ingin mengatakan ya. Pikirkan dulu…isi pesan apa yang akan kita sampaikan kepada orang lain, dan bertanggung jawab terhadap dampak dari pesan yang kita sampaikan. Ini tidak mudah…..tetapi kenapa kita tidak mencoba mulai sekarang? Kepada teman, saudara, adik, anak, orang tua, atasan, bawahan, pembantu…..***demitri

Tidak ada komentar: