Sabtu, 23 Februari 2008

ASUPAN ZAT BESI PADA ANAK: APA YANG PERLU DIPERHATIKAN?



Dr. Endang Tatar, MPH, SpA(K)
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Bagian Anak RSUD Dr Moewardi Solo-FK Univeritas Sebelas Maret, Solo

Kekurangan zat gizi besi mempunyai dampak yang besar terhadap tumbuh kembang anak. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan anak menderita kebodohan yang menetap dan gangguan perilaku (anak mudah marah, mudah tersinggung dan sulit diatur). Anak tampak pucat (anemia) merupakan salah satu gejala dari kekurangan zat besi yang dapat dilihat. Tetapi, bila kita menemukan si kecil yang diduga mengalami kekurangan zat gizi besi sudah menderita anemia, maka artinya: anak tersebut sudah mengalami kekurangan zat besi yang lama. Sehingga, proses berpikir dan daya konsentrasi anak sudah terganggu. Pada kenyataannya, 4 dari tiap 10 anak di Indonesia menderita anemia yang sangat mungkin disebabkan oleh karena kekurangan zat besi.

Kapan anak mulai memerlukan zat besi?
Sejak dalam masa konsepsi sampai anak tersebut dilahirkan, anak sudah membutuhkan tumbuh dan berkembang. Setelah di luar kandungan, anak juga membutuhkan tumbuh dan berkembang secara cepat terutama dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Lihatlah pertambahan besar kepala si kecil pada masa ini! Besar kepala anak akan tumbuh dengan pesat pada masa ini. Lihatlah pencapaian perkembangan si kecil pada masa 2 tahun pertama ini! Si kecil akan mengalami perubahan yang sangat pesat sampai ia bisa berjalan dan berbicara pada masa ini. Pada masa ini, si kecil memerlukan asupan tambahan zat besi 0,5-10 mg per harinya untuk memenuhi kebutuhannya untuk tumbuh kembang. Jadi, sejak awal kehidupannya, anak sudah memerlukan asupan zat besi dalam jumlah yang cukup.


Asupan zat besi yang dianjurkan

0-6 bulan (Bayi dengan ASI)* 0,5 mg/hari
0-6 bulan (Bayi dengan susu formula)** 3 mg/hari
7-12 bulan 9 mg/hari
1-11 tahun 6-8 mg/hari
12-18 tahun 10-13 mg/hari

*50% zat besi pada ASI dapat diserap
**asupan harian yang dianjurkan berdasarkan pada 10% penyerapan zat besi dari susu formula

Zat besi pada tubuh si kecil diperoleh dari mana?
Selama 3-4 bulan pertama kehidupan, si kecil hanya memerlukan zat besi dari luar yang rendah oleh karena bayi-bayi ini masih mempunyai simpanan dari masa janinnya. Setelah berumur 6 bulan, cadangan zat besi si kecil sudah jelas menurun. Padahal, bayi sedang tumbuh dengan cepat. Asupan zat besi dari luar sangat dibutuhkan pada masa setelah 6 bulan ini. Sayangnya, pada masa ini bayi juga sedang dalam masa belajar makan makanan padat sehingga banyak dari bayi-bayi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan zat besi dari makanan dari luar. Dari hasil penelitian pada anak-anak berumur 6-24 bulan di daerah kumuh di kota Surakarta, mereka mengkonsumsi zat besi dari bersumber makanannya rata-rata sekitar 60% dari angka kecukupan zat besi yang dianjurkan.

Makanan sumber zat besi
Sumber zat besi dapat diperoleh dari makanan hewani maupun nabati seperti daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, bayam, tahu, tempe, bayam, kangkung, sereal, dsb. Pada umumnya, sumber zat besi dari hewani lebih mudah diserap dan kandungan zat besi per gramnya lebih banyak dibanding dengan sumber zat besi nabati. Bahkan, banyak makanan nabati merupakan penghambat penyerapan zat besi. Dari hasil penelitian di Surakarta, didapatkan bahwa sebagian besar (70%) anak-anak di daerah kumuh di Surakarta jarang mengkonsumsi sumber protein hewani. Hampir 100 % anak-anak di daerah kumuh Surakarta ini mendapatkan makanan padat terutama dari bahan dasar beras dan makanan tambahan lain dengan sumber zat besi yang rendah.

Status zat besi pada tubuh si kecil
Pemasukan zat besi pada sel mukosa saluran cerna dipengaruhi oleh kadar zat besi tubuh. Bila kadar zat besi tubuh si kecil rendah (anak kekurangan zat besi), maka pemasukan zat besi pada sel mukosa saluran cerna ini akan meningkat. Pemasukan zat besi ini dipengaruhi oleh daya penyerapan zat besi pada saluran cerna.

Makanan apa sih yang meningkatkan penyerapan zat besi?
Masuknya zat besi terutama yang bersumber dari nabati (zat besi non-hem) ke dalam tubuh dipengaruhi oleh zat-zat lain yang berada bersamaan di dalam makanan. Vitamin C merupakan zat peningkat penyerapan zat besi. Vitamin C banyak terdapat pada jeruk, tomat, brokoli dsb. Asupan makanan ini bersamaan dengan zat besi bersumber dari nabati akan meningkatkan penyerapan zat besi. Mengkonsumsi jeruk setiap hari bersamaan dengan makanan sumber zat besi nabati dapat mencegah kekurangan zat besi maupun anemia pada si kecil. Daging, tidak hanya merupakan sumber zat besi tetapi juga merupakan faktor peningkat penyerapan zat besi non-hem.

Makanan apa yang menghambat penyerapan zat besi?
Beberapa makanan yang banyak dikonsumsi anak-anak merupakan penghambat penyerapan zat besi non-hem. Fitat yang terdapat pada sereal merupakan penghambat penyerapan zat besi non-hem. Polifenol pada teh, kopi dan bayam merupakan penghambat penyerapan zat besi non-hem. Kalsium pada makanan bersumber susu juga merupakan penghambat penyerapan zat besi non-hem.

Bagaimana cara makan yang baik agar si kecil terhindar dari kekurangan zat besi?
Anak harus makan makanan seimbang yang cukup mengandung sumber zat besi. Pada umumnya, sumber zat besi hewani mengandung zat besi hem yang mudah diserap dan mempunyai kandungan zat besi yang lebih tinggi per gramnya. Bila anak sulit makan bersumber dari zat besi hewani, sehingga anak banyak mengkonsumsi makanan bersumber dari nabati yang mengandung zat besi non-hem, maka pemberian peningkat penyerapan zat besi (misalnya jeruk, tomat) bersamaan dengan makanan amat diperlukan. Sebaiknya, si kecil dihindarkan dari kebiasaan mengkonsumsi teh maupun kopi yang mengganggu penyerapan zat besi. Bila, si kecil tidak cukup mendapatkan sumber zat besi dari makanan, maka zat besi tambahan perlu diberikan terutama untuk bayi berumur lebih dari 4 bulan.

Referensi
1. WHO Scientific Group on Nutritional Anaemias. "Nutritional anaemias: report of a WHO scientific group (meeting held in Geneva from 13 to 17 March 1967)". World Health Organization. Geneva, 1968. Available from URL: http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_405.pdf
2. Grantham-McGregor S, Ani C. A review of studies on the effect of iron deficiency on cognitive development in children. J Nutr. 2001;131:649S–66S; discussion 666S–8S.
3. Konofal E, Lecendreux M, Arnulf I, Mouren MC. Iron deficiency in children with attention-deficit/hyperactivity disorder. Arch Pediatr Adolesc Med 2004;158:1113–5.
4. Algarin C, Peirano P, Garrido M, Pizarro F, Lozoff B. Iron deficiency anemia in infancy: long-lasting effects on auditory and visual system functioning. Pediatr Res 2003;53:217–23.
5. Saloojee H, Pettifor JM. Iron deficiency and impaired child development. BMJ 2001;323:1377-8.

Tidak ada komentar: