Sabtu, 29 Maret 2008

Di Tahun 2050 Mampukah Sub Sektor Perkebunan Meningkatkan Perekonomian Indonesia?

oleh Demitria Dewi

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu indikator yang digunakan untuk mengukur perkembangan kesejahteraan suatu negara, baik di negara maju maupun negara berkembang. Namun pengukuran ekonomi dengan cara mengukur GDP atau GNP suatu negara bukanlah satu-satunya cara untuk mengetahui kesejahteraan negara. Pada tahun 2005 GDP Indonesia adalah sebesar 1.249 US$.
Pada saat ini negara maju yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tinggi adalah Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Italia dan Canada, juga termasuk Spanyol, Austria dan Korea Selatan. Negara Indonesia termasuk negara berkembang yang harus mengejar ketinggalan terhadap negara maju, dengan menggunakan potensi yang dimiliki. Muncul pertanyaan apakah kita optimis dapat mengejar ketinggalan tersebut ? Menurut Harinowo, C (2006) dalam tulisannya yang berjudul “ Indonesia : Raksasa pada 2050 ”, menyatakan bahwa Indonesia yang saat ini merupakan negara berkembang optimis dapat mencapai pendapatan per kapita sebesar 23.097 US$ pada tahun 2050 dan diprediksi Indonesia akan berada pada peringkat keenam, sesudah Amerika Serikat, China, India, Jepang dan Brasil.
Meninjau tujuan dan laporan evaluasi Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia tahun 2004, Indonesia mempunyai target menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 US$ per hari menjadi setengahnya pada tahun 2015. Yang melatarbelakangi munculnya gagasan besar masyarakat dunia (MDGs) adalah :
1. Solidaritas internasional untuk pembangunan dan pengurangan kemiskinan di seluruh dunia.
2. Kepedulian bersama akan isue-isue perdamaian dan keagamaan, lingkungan hidup, hak azasi manusia (HAM), demokrasi, tata pemerintah yang baik, resolusi konflik, bencana alam (bencana lainnya).
3. Adanya suatu rentetan sejarah panjang konferensi dunia yang berusaha untuk mendorong pembangunan dunia dan manusia secara komprehensif.
Muncul pertanyaan mampukah Indonesia mencapai target optimis seperti yang dikemukakan Harinowo, C (2006) dan seperti yang tertuang dalam MDGs ? lebih lanjut dikatakan Harinowo, C (2006) bahwa banyak investor asing bermunculan di Indonesia, menanamkan modalnya dan berinvestasi di wilayah Asia Timur. Dalam hasil studinya, Hawksworth (2006) menyatakan bahwa perekonomian global akan diwarnai oleh kebangkitan raksasa-raksasa baru dari negara berkembang. Upaya dan strategi apa yang digunakan Indonesia untuk mencapai target tersebut ? Berbagai sektor di Indonesia yang memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi.
Tujuan MDGs tahun 2004 ini merupakan tujuan universal, belum disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing negara. Begitu juga kalau dilihat dari angka GDP per sektor di Indonesia sangat bervariasi besarnya, dari gambar berikut terlihat bahwa ada 3 (tiga) sektor yang nampak memiliki angka GDP yang menonjol yaitu sektor industri, sektor perdagangan dan sektor pertanian. Sektor pertanian sendiri terdiri dari beberapa sub sektor, diantaranya adalah sub sektor perkebunan.
Tiga sektor yang menonjol tersebut, akan memberikan hasil yang optimal apabila saling berkoordinasi antar sektor atau saling berkolaborasi. Sektor pertanian yang didukung sektor industri dan sektor perdagangan akan menunjukkan hasil yang positif. Sebagai contoh adalah sub sektor perkebunan komoditi unggulan yaitu kelapa sawit (atau komoditi yang lain seperti karet, kopi, kakao) akan berkembang dengan baik, apabila dikelola secara industri dan mempunyai nilai pemasaran yang baik. Agroindustri (kelapa sawit, karet, atau lainnya) ini memiliki potensi, prospek dan peluang yang besar yang dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara.
Pada pembangunan ekonomi jangka panjang, dengan didukung oleh sarana, prasarana dan infrastuktur yang tepat, maka pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan sangat cepat dan tinggi. Komoditi perkebunan mempunyai potensi yang besar, seiring dengan banyaknya investasi asing dan domestik dari para pelaku bsinis ekonomi yang diarahkan kepada agroindustri komoditi perkebunan. Hal ini bila ditunjang dengan perbaikan kualitas sumberdaya manusia di bidang usaha perkebunan, maka agroindustri komoditi perkebunan akan mempunyai prospek yang besar.
Di sisi lain, apabila kita melihat pasar, permintaan (demand) dunia komoditi kelapa sawit dengan segala produk turunannya sangat tinggi, banyak lahan yang non produktif bisa dimanfaatkan menjadi kebun kelapa sawit yang produktif, tetapi harus diperhatikan juga faktor lingkungan dan sosial ketika melakukan pembangunan kebun kelapa sawit. Dengan demikian bila melihat prospek dan potensi yang tinggi pada industri kelapa sawit dan permintaan akan minyak kelapa sawit (CPO dan minyak inti sawit/PK) serta ketersediaan lahan untuk pembangunan kebun, maka sangat dimungkinkan kalau tujuan ” Indonesia menjadi raksasa pada tahun 2050 ” dapat terwujud, salah satu indikatornya telah disebutkan yaitu pendapatan per kapita masyarakat Indonesia meningkat dengan cepat, seperti dikatakan Harinowo, C (2006) yaitu sebesar 23.097 US$ pada tahun 2050.

Tidak ada komentar: