Selasa, 04 Maret 2008

Emosiku Bagaikan Kuda Tunggangku........

oleh
Demitria Dewi

Dalam kehidupan, silih berganti kita merasakan suasana marah-sedih, suka-duka. Apabila sedang dalam ”suka” seakan waktu sangat cepat berlalu, tetapi ketika ”duka” sedang mendera kita, seakan lama sekali tidak cepat-cepat meninggalkan kita. Itulah yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika barang kesayangan kita hilang tanpa tahu dimana hilangnya, ketika baju kita rusak tatkala diseterika oleh pembantu, ketika mobil kita diserempet mobil lain di jalan, ketika baju kita ketumpahan makanan di restoran, masih banyak sekali peristiwa yang merangsang emosi kita ke dalam suasana marah-sedih atau suka atau duka. Kalau kita menjumpai peristiwa apapun, maka tergantung bagaimana kita menyikapinya...apapun bisa kita lakukan untuk merespon hal-hal yang menimpa diri kita.

Emosi kita terangsang untuk melakukan sesuatu, kalau tindakan kita berdampak positif atau membuat senang orang lain, itu tidak akan menimbulkan masalah, tetapi bagaimana kalau tindakan kita merugikan orang lain, membuat orang di sekitar kita celaka, ini baru masalah. Misalkan kita menampar pengendara mobil yang menyerempet mobil kita, suasana sekitar kita jadi tegang dan akibatnya dapat merugikan orang lain dan kita sendiri.

Definisi emosi, menurut Atwater dan Duffy (1999) di dalam bukunya yang berjudul Psychology for Living adalah perubahan kompleks yang menyangkut dorongan fisik dan interpretasi kognitif terhadap suatu situasi. Sebagai contoh, mengapa tiba-tiba seseorang sakit perut ketika menghadapi ujian? Pikiran cemas karena kurang siap menghadapi ujian menyebabkan fisik terserang (sakit perut) dan berakibat performance seseorang akan menurun. Tetapi di sisi lain pikiran cemas ini bisa kita jadikan suatu signal ”mengapa cemas”, hal ini bisa kita gunakan untuk intropeksi diri, harus bagaimana tatkala kita cemas. Atwater mengatakan ada 6 (enam) ekspresi emosi kita yaitu cemas, marah, cemburu, bahagia, takut dan jijik. Bagaimana kita menyesuaikan diri terhadap situasi yang ada?

Secara psikologis kita dapat ”merasakan” dan kita dapat ”mengekspresikan”, yang harus kita lakukan adalah kita harus dapat mengontrol keduanya secara seimbang, kapan kita ekspresikan dan kapan kita rasakan (pendam) saja. Dalam menghadapi situasi kita bisa mengekspresikan secara spontan tetapi kita juga bisa mengatur pikiran kita untuk tidak mengekspresikan saat itu. Orang yang ”emosional” negatif, kadang-kadang dapat merusak diri sendiri.

Disini emosi saya ibaratkan seperti ”kuda tunggang” yang bisa membawa kita kemana akan pergi. Kita memang harus memiliki kendaraan seperti kuda tunggang untuk mengantar ke tempat yang akan kita tuju. Agar perjalanan kita lancar sampai tempat tujuan, maka kita harus memilih kendaraan yang baik, kita harus memilih kuda tunggang yang baik dan penurut. Untuk membuat kuda kita tetap menjadi kuda tunggang penurut, maka kita harus memeliharanya dengan baik, kuda tunggang alias kendaraaan harus tetap menurut kepada kita, jangan sampai kita diatur olah kendaraan kita, jangan sampai kita dibuat susah oleh kuda tunggang kita.

Kita sangat memerlukan kuda tersebut untuk mengantar kita ke tempat tujuan, maka kuda tunggang milik kita harus bisa kita kendalikan, kita rawat dengan baik, kita atur sedemikian rupa, sehingga perjalanan menjadi lancar. Kita bisa mengatur dan mengendalikan kuda untuk berjalan pelan, agak cepat, cepat bahkan cepat sekali, itu tergantung kita. Namun apa yang terjadi kalau kita tidak bisa mengatur kuda, kuda akan berjalan semau sendiri tanpa kendali kita, bahkan akan lari tanpa arah tanpa kita suruh, dan bisa berakibat fatal apabila kuda meloncat-loncat dengan brutal yang menyebabkan penunggangnya jatuh dan terinjak-injak oleh kuda tunggang tersebut. ”Kuda tunggang adalah emosiku.......”

Kalau kuda tunggangku adalah emosiku, maka kita harus tahu dan sadar : harus bagaimana kita bersikap bila ada yang merangsang emosi kita? Jangan sampai kita diinjak-injak olah kuda tunggang alias emosi kita...kalau kita menjumpai orang yang menyinggung perasaan kita...bahkan sangat menjengkelkan, itu semua tergantung bagaimana sikap kita. Kita terangsang untuk melakukan sesuatu, membalasnya?...ingat kuda tunggang alias emosi harus bisa kita atur dan kendalikan. Kita bisa saja memukul orang yang menjengkelkan itu, marah-marah, memakinya, menendang, tetapi kita juga bisa mengajaknya untuk berdialog dengan sopan, dengan kata-kata yang lebih halus, dengan senyum..bahkan bisa saja kita mengajaknya berdamai dan memaafkan. Apapun yang kita lakukan itu semua tergantung kita....bagaimana kita mengendalikan kuda tunggang kita.

Ada dua hal yang berbeda bahkan bertentangan, yang bisa kita lakukan apabila ada yang merangsang emosi kita, bisa tindakan positif dan bisa tindakan negatif, itu semua tergantung dari penunggang kuda yaitu kita sendiri, bagaimana kita menyikapi terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Sekali lagi kita harus bertanggung jawab terhadap sikap kita terhadap orang lain, maka kita harus pandai mengendalikan emosi dengan mengatur perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari.

Dampak dari perilaku positif tentu saja akan berbeda dengan perilaku negatif...sebagai contoh kejadian di atas, ketika mobil kita bersenggolan dengan mobil lain di jalanan. Apa yang terjadi apabila kita termakan oleh emosi kita (kita diinjak-injak oleh kuda tunggang kita sendiri)? Kita jengkel, marah sampai berkelahi dengan pengendara mobil lain, akibatnya jalanan macet, kita terlambat sampai tujuan, baju kita kotor, bahkan bisa saja kita terluka, perlu waktu ke tempat pengobatan, mengeluarkan biaya yang mungkin tidak sedikit dan masih menyimpan rasa dendam. Tetapi coba kita bayangkan apabila kita turun dari mobil, lalu mendekati pengendara mobil dengan (agak) ramah, menyapanya dan mengajak dialog, bicara baik-baik, berdamai...tentu akan berbeda suasananya, kita lebih tenang, tidak bersitegang, tidak menyimpan rasa dendam yang menyakitkan..itu karena kita tidak terpancing oleh emosi kita.

Emosiku adalah kuda tunggangku? Ya....maka saya akan merawatnya, saya akan mengendalikannya, saya akan mengaturnya..agar kuda tunggangku dapat mengantar ke tempat tujuan dengan lancar dan selamat. Saya akan berusaha mengajak kuda tunggangku melangkah pelan ketika saya harus pelan...agak cepat ketika harus cepat...yang penting adalah ”terkendali”. Emosi harus bisa dikendalikan oleh pikiran, hidup sepenuhnya bukan hasil dari situasi lingkungan sekitar kita, tetapi adalah hasil dari pikiran terhadap realita sekitar kita, segala emosi dan tindakan diatur oleh pikiran kita.*****demitri

Tidak ada komentar: