Rabu, 12 Maret 2008

BAGAIMANA PERSPEKTIF LANSIA MEMANDANG DIRINYA?

Oleh : Suryo Prabowo

Obrolan nenek dengan cucu mantu (CM) ......

Nenek : ”njenengan sinten?”
CM :”kulo cucu mantu”
Nenek : ”lo kulo niki prawan, dereng duwe bojo, je”
CM :”lo, simbah niki pripun, njenengan sak niki lenggah nggene sinten?”
Nenek : ”mboten ngerti, la niki tiyange sing gadah griyo kengken kulo teng mriki mawon”
CM :”lo, sing gadah griyo niki putrane simbah”
Nenek : ”wah, njenengan niku rak priyayi sekolahan to”
CM :”inggih mbah, wonten nopo?”
Nenek : ”priyayi sekolah kok ngeyel”
CM :”wah...????? ???????”
Itu sekelumit obrolan nenek mertua dengan saya, sebagai cucu mantunya 8 tahun yang lalu. Beliau telah meninggal dunia satu tahun yang lalu di usianya yang ke 99 tahun, tidak karena sakit, tetapi hanya tidak mau makan selama tiga hari, mungkin nenek sudah tahu saatnya di dunia akan usai.
Beliau secara fisik sehat, tidak pernah ke dokter, tidak pernah ada keluhan, bisa jalan sendiri, bahkan pernah mertuaku harus mencari kemana mana, karena sang bundanya hilang....Untung belum pergi keluar kota, karena nenek masih mampu untuk pergi naik bis.
Namun yang tidak sehat mungkin daya ingatnya, yang dia ingat hanya bahass Jawa dan tanah kelahirannya, dan itu adalah sisa-sisa memori yang masih ada...
Kemana arah ceritaku ini?
Saya ingin membuka perspetif lain dari ilmu pengalaman hidup
Bahasan saya pada perspektif lansia memandang dirinya sendiri
Bukan pandangan kita terhadap lansia...karena sebagian besar lansia (kalo tidak bisa dibilang seluruh lansia) adalah mahluk yang pada gilirannya akan mengalami proses degeneratif, sampai ”lupa” atau ”tidak ingat”; bahkan pada anak sendiri ....lalu kebahagiaan apa yang masih tersisa dengan memori yang ada?
Saya kira perspektif inilah yang perlu diperjelas. Kita ingin para lansia (mungkin bapak ibu kita, nenek kita, atau kita sendiri nantinya...) hidup bahagia di masa tuanya. Kebahagiaan lansia yang masih tersisa menurut perspektiku (dalam dimensi tiga) tergantung pada memori sebagai faktor eksternal penentu kebahagiaan.
Hal ini sangat dipengaruhi oleh paham kehidupan, bahwa kebahagiaan adalah rasa yang ada dalam dimensi tiga, dimensi yang dibatasi ruang dan waktu...misal kita bahagia bila lulus sekolah...saat lulus jadi doktor...sukses menjadi kaya...cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan...masih banyak sekali contoh, artinya bahwa apabila faktor luar yang kita inginkan, bisa terwujud, maka kita akan merasa bahagia.
Nah kebahagiaan seperti inilah yang biasa kita pahami, sehingga cara pandang kitapun dalam memahami lansia juga seperti itu. Kita pikir dengan memberi materi, memberi perhatian, memberi jawaban yang menyenangkan terhadap keinginan para lansia dapat membahagiakan kaum lansia…kebahagiaan seperti ini akan runtuh pada saat keinginan ataupun memori kebahagiaan lansia hilang seiring dengan kemunduran memorinya...
Saya mau menawarkan jenis perspektif kita yang lain thd kebahagiaan yaitu kebahagiaan yang tidak dipengaruhi dimensi ruang dan waktu (bukan klenik), kusebut sebagai model kebahagiaan dimensi empat...artinya otak sebagai penanggung jawab memori tidak berpengaruh paling vital sebagai penentu kebahagiaan, ada dimensi roh yang lebih tinggi...Kebahagiaan yang dilandasi nilai kasih sayang tidak akan terpengaruh kondisi luar. Misal kita tidak lagi marah bila anak kita bodoh, kita tidak lagi marah bila anak kita tidak naik kelas atau kita tidak terlalu sedih ketika seluruh usaha kita hancur....
”Ketidak bahagiaan ” dalam dimensi empat dapat didefinisikan sebagai rasa dalam dimensi tiga akibat ketidak mampuan kita dalam menerima keadaan yang tidak menyenangkan secara fisik. Ada persoalan mendasar kebahagiaan dimensi tiga dengan dimensi empat. Dalam dimensi tiga, kebahagiaan sangat dominan ditentukan oleh faktor luar, sedang dalam dimensi empat, kebahagian ditentukan oleh faktor internal, yaitu rasa kita sendiri (roh kita) dalam memandang kehidupan.
Ceritaku tentang obrolan saya dengan nenek mertua sebagai gambaran bagaimana kita mau mengasihi para lansia (terutama bapak ibu/ mertua kita/ nenek kita). Dengan mengerti arti kebahagiaan yang lebih berarti bagi para lansia, maka kita akan dengan tepat mempersembahkan cinta kasih kita kepada lansia secara nyata. Dan hasilnya kebahagiaan bersama antara lansia dengan kita... Kita akan mecintai para lansia kita dng kebahagiaan
meskipun lelah, kehilangan banyak hal dan ”sacrifice” ....kita tetap bahagia dengan keadaan apapun....***suryo

Tidak ada komentar: